Selasa, 05 Februari 2008

Hati ini kadang berkecamuk

Kali ini aku akan bercerita mengenai keadaan hatiku ini yang kadang kadang sangat mudah dikendalikan dan kadang kadang sangat sulit sekali. Ketika aku marah karena tidak puas dengan suatu keadaan yang menurutku tidak benar hati ini rasanya sangat ingin berontak, berontak sekuat tenaga hingga benda apapun ingin sekali aku hancurkan, ingin sekali benda pecah belah seperti piring, gelas dan semua barang dapur itu aku banting dan membuang rasa marahku itu. Bahkan tak jarang handphone yang ada digenggaman tanganku ini ingin sekali aku remat hingga remuk dan aku lempar ke lantai. Itulah beberapa sekelumit dari keinginan keinginan yang datang ketika rasa marah dan kesal sedang menghampiri diriku. Tapi sampai saat ini aku bersyukur karena perbuatan perbuatan itu hanya ada dalam angan anganku ketika rasa marah itu datang kepada diriku. Dan semua itu sering sekali terjadi pada diriku, Entah karena aku memang ditakdirkan untuk bisa mengendalikan emosiku atau memang Tuhan masih akung kepada diriku. Nah pernah suatu ketika keadaan tidak biasa seperti ini menggodaku dan benar, kali ini aku benar benar tak kuat menahan rasa yang meluap luap yang bersembunyi di gorong2 perasaandi dalam tubuh aku ini. Dipagi hari, aku masih ingat ketika hendak berangkat kantor yang berada di daerah pancoran sekitar pukul 6 30 aku keluar dari rumah kost aku. Rumah kos dimana aku telah hampir 4 tahun lamanya aku berteduh di Jakarta ini. Nah, seperti biasanyakan aku ini lebih senang naik angkutan umum sehingga demi kesenengan yang ada pada diriku, sepeda motor yang kubeli sendiripun harus aku onggrokkan di halaman kos aku, dan jarang sekali aku pergunakan berangkat kerja. Kembali ke masalah berangkat kerja tadi, sesaat setelah berada di atas bus jurusan grogol- uki itu, para kondektur bis segera menghampiriku dan menengadahkan tangan tanda aku harus segera memberikan uang ongkos perjalanan pagi ini. waktu itu angkutan yang aku tumpangi tak ada hal yang berbeda dari biasanya. Banyak anak sekolah, karyawan dan karyawati yang sangat rapi dan berbagai wangi parfum, bedak, diodoran dan semuanya berjubel dalam bis bekas ini, yang konon katanya bis ini adalah impor dari Negara Matahari Terbit. Sembari duduk pandangan aku tertuju pada kondektur yang dengan sabar menghampiri para penumpangnya untuk menarik ongkos. Kondektur ini hebat, dalam mata hati aku berkata demikian. Terus dan terus sambil menelanjangi kelebihan dan kekurangn kondektur ini hati aku terus berfikir dan berfikir betapa bersyukurnya aku tidak menjadi kondektur dan betapa sedihnya aku tidak bisa bersyukur dengan keadaan seperti itu. Seolah olah aku ini terus menyalahkan diriku . Nah keadaan berfikir pasif yang terjadi ini akhirnya berheti. Berhenti bukan karena bus yang aku tumpangi ini mogok tetapi karena keadaan di dalam Bus yang aku tumpangi ini tiba tiba berkecamuk hebat.Tiba Tiba kegiatan yang tak biasa terjadi, kali ini terjadi, suara teriak sang kondektur yang berdiri tidak jauh dari diriku ini sangat kencang dan keras memberi tanda ke Supir agar Bus sesegera mungkin di hentikan, kalau perlu secepat kilat. Yah mungkin seperti itulah dalam bayangan aku, kondektur ini menginginkan bus berhenti secepatnya mengingat bis melaju kencang. Mata aku terus memperhatikan kondektur ini tanpa henti, gerak geriknya aku perhatikan betul untuk memastikan apa yang terjadi. Setelah Memperhatikan kondektur ini dan orang orang disekeliling kondektur ini akhrnya aku menemukannya. Mata aku segera tertuju pada seorang lelaki cukup umur ,tidak begitu tinggi dan berbadan tidak gemuk, berjaket hitam, dan menangklong tas di tangan kananya, yang berada tepat didepan kondektur ini. Iya, persis mepet dengan kondektur ini dan berhadap hadapan, dan juga bisa dikatakan gontok gontokan. Apa yang selanjutnya terjadi terpaksa akan aku tulis bersambung kedalam Page berikutnya

david.achmad

Tidak ada komentar:
Write komentar