Minggu, 20 Mei 2012

Berkompromi Dengan Gabaken

Alhamdulilah, anak kami keen sudah sembuh kembali dari sakit panas yang wajar dialami para bayi di usianya. Saat itu ia (panas pada malam hari, rewel ketika panasnya meninggi, di hari ke 2 disertai mencret)

Sebagai orang tua yang baru memiliki anak pertama, aku dan istriku sering sekali mengalami panik bila anaku sakit, terutama istriku yang terkadang paniknya berlebihan. Hal itu wajar menurutku, karena sebagai seorang ibu tentu tak tega melihat anaknya yang menangis meronta-ronta karena badanya merasa tak nyaman.

Saat anak kami sakit panas saat itu, awalnya kami tidak terlalu khawatir. kami memberikan obat penurun panas ketika panasnya mulai di atas 40C. Namun kami memberikannya tidak teratur, kadang kala sehari semalam hanya 2 kali atau tiga kali mengikuti panasnya yang naik turun. 

Tak lupa kami memberikan air perasan daun jambu biji kepada anak kami. Namun hal itu tak juga membuat hasil yang berarti (mungkin karena tidak teratur memberikannya).

Anak kami yang beranjak 1 tahun ini, selama 3 hari panasnya tak  kunjung sembuh juga dan disertai mencret pula. Dalam sehari ia buang air lebih dari 5 kali. Volume tiap buang air ini memang tidak cukup banyak. 
Setelah 3 hari itulah kami membawanya ke dokter di klinik rumah sakit, dan kata dokter si anak sudah terinfeksi, makanya ia mencret. Dokter menyarankan agar tidak diberikan makanan tambahan yang dari penjual   eceran yang belum jelas kebersihannya. Jika panasnya meninggi, dapat dikompres dengan handuk basah dan di selimutkan di badannya (setelah dilepas semua bajunya). Karena diare, dokter menyarankan untuk tidak diberi sayur dulu dan makanan berserat agar tidak memacu diarenya.

Dokter kami memberi resep antibioitik, obat diare, dan oralit. Dokter tidak memberi resep obat penurun panas karena kami sampaikan bahwa obat penurun panas kami masih ada. Dokter menyarankan agar obat panas terus diberikan dengan frekuensi setiap 6 jam sekali dengan takaran 0,8 ml. Segera kami menuju toko obat, dan Ketika kami tebus, kami kaget melihat antibiotik satu botol obat yang harus dihabiskan. (masak segini banyak harus dihabiskan??) dalam hati kecilku, wawww.

Setelah minum obat 3 hari anak kami tak kunjung sembuh juga diarenya, namun panasnya sudah turun. Selanjutnnya kami memutuskan untuk tidak memberikan kembali antibiotik yang baru kami minumkan 2 hari itu. Obat diare yang diberikan dokter sudah habis, kami memutuskan untuk membeli obat di apotek yang merknya berbeda. Namun 2  hari meminum obat dari apotek, anak kami tak menunjukkan perubahan yang berarti. Kondisi jumlah buang air dalam sehari memang berkurang tapi masih diare.

Setelah 5 anak kami keluar gabak (seperti bintik2 merah di muka dan badannya), oran bilang "gabaken" dan hal itu yang membuat anak kami segera ceria dan turun panasnya.Anak kami memang masih diare, sudah tidak panas, tapi ia tetap ceria. Sejak panasnya turun dan tak naik lagi, ia sudah ceria seperti ketika masih sehat dulu, meskipun diarenya membuat ia kurus. Kami pada dasarnya bingung dengan diare anak kami yang tak kunjung sembuh. 

Di hari ke -6 ibuku yang tinggal di luar kota datang menjenguk, dan membawakan daun jarak cina untuk dibobokkan di badanya. Malam hari ketika anak kami tidur, daun jarak cina di bobokkan (di perut dan di ata bokongnya). Alhasil, keesokan harinya anak kami buang airnya normal, tidak cair dan berlendir, dan sudah buang air keras seperti orang normal. Pembobokan itu dilanjutkan dimalam harinya, dan sampai sekarang anak kami sehat kembali.


Tidak ada komentar:
Write komentar